Puncak Ibadah & Keberkahan RamadhanRingkasan Khutbah Iedul Fitri 1428 H
KH. Usman Sholehuddin (Ketua Dewan Hisbah PP. Persis)
Allâhu Akbar Allâhu Akbar Walillâhil Hamd.
‘Aidin wal ‘Aidât…
Alhamdulillah dengan petunjuk dan pengajaran yang disampaikan Rasulullah Saw., kita telah memiliki kekayaan yang tidak dapat dinilai dengan angka-angka tetapi dapat dirasakan dan hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Kekayaan itu berupa kalimat Alhamdulillah yang bermakna kita berani menyatakan, bertanggungjawab dan memahami bahwa Dia Rabbil ‘Alamîn; pencipta, pembuat dan pengurus semua alam ini.
Kita telah berada pada jalan yang benar, hidup pada landasan yang lurus, tegak dan kuat berani kapan dan dimanapun, kita menyatakan kalimat Alhamdulillah itu. Karena itu kita tidak pernah ragu sedikitpun, kita selalu memohon pertolongan, ampunan serta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan lahir maupun batin kita.
Kita telah meyakini sepenuh hati bahwa siapa yang hidup dengan petunjuk Allah dan itu menjadi pilihan dan keyakinan dirinya, maka siapapun, kapanpun, dan dimanapun dengan cara apapun tidak ada yang dapat menyesatkan dirinya. Sebaliknya siapa yang hidup dan sengaja memilih kesesatan, hidup berlainan jalan dengan yang telah ditunjukkan, diajarkan, dan dicontohkan Rasulullah Saw., maka siapapun tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada-Nya karena itulah yang telah menjadi pilihan hidupnya.
Hati kita telah sarat tidak ada ruang sedikitpun bagi yang lain, kita telah bersaksi dengan sesungguh hati tiada ada Tuhan yang wajib diibadahi kecuali Alah karena Dialah yang Maha Satu, yang satunya itu tidak ada sekutu bagi-Nya. Karena jangankan air, batu, pepohonan, binatang, manusia sekalipun walau disembah tetap makhluk dan tidak menjadi Tuhan. Namun pernyataan sehebat itu tidak akan diterima Allah dan hanya berupa tahayul belaka -malah termasuk tahayul tingkat tinggi- jika percaya kepada Allah bukan karena percaya kepada Rasul-Nya. Karena itu kita bersaksi juga dengan sebenar-benar persaksian bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Inilah yang sering kali dibacakan oleh Rasulullah Saw., apabila mau menyampaikan hal-hal yang penting baik kepada para sahabat maupun kepada keluarganya sendiri.
Kita telah mendapat pengajaran yang jelas, telah dipanggil oleh yang Maha Kuat, Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Esa, tinggalah kita berpikir siapa sebenarnya yang dimaksud dengan Tuhan dengan segala sifat-sifat yang ada pada-Nya.
Allâhu Akbar Allâhu Akbar Walillâhil Hamd.
Rasul tidak diutus jika sekedar untuk membuka pikiran manusia yang kecerdasannya akan sampai kepada tingkat mengakui bahwa yang Maha Kuasa itu ada. Untuk sampai ke garis itu tidak perlu ada Rasul, tidak perlu ada Nabi, Allah telah menyediakan, telah menetapkan bahan dengan lengkap pada manusia untuk sampai pada kesimpulan seperti itu.
Kalau kita melihat meja, mimbar, ataupun patung yang terbuat dari kayu pikiran kita tidak berubah itu adalah kayu, dibuat apapun tetap pada bahan yang semula. Karena itu daripada menyembah patung yang dibuat dari batu lebih bagus menyembah batunya itu sendiri, karena asli. Tinggalah meningkat, tingkatannya ke arah mana.
Dalam surat Albaqoroh dengan susunan ayat yang begitu indah sebagai pokok yang bernama tauhid, inilah makhluk-makhluk Allah terbesar yang kemudian nanti akan dijelaskan beratus-ratus ayat; pada surat Albaqoroh sendiri, pada Ali Imran, Annisa, Almaidah dan seterusnya. Panggilan Allah Swt., kepada manusia, Yâ ayyuhan nasu’budű rabbakumulladzî khalaqakum walladzîna min qablikum la’allakum tattaqűn, alladzî ja’ala lakumul ardha firâsyan wassamâ`a binâ`an waanjala minas samâ`i mâ`an faakhraja bihi minas samarâti rizqal lakum falâ taj’alu lillâhi andâdan wa antum ta’laműn. "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (Qs. Albaqoroh [2]:21-22)
Pada dua ayat di atas disebut dua kata; satu Rabb yang kedua Allah, baru disebut Allah setelah dengan data-data yang begitu jelas. Biasanya kata-kata panggilan yang umum dalam bahasa arab disebut harfu nida, yang mempunyai arti bahwa yang dipanggil itu sudah jelas akan dapat memahami panggilan tersebut, itu menunjukkan Allah telah menyediakan agar yang dipanggil itu paham; untuk bisa memperhatikan, menyediakan diri, mentaati atas panggilan itu. Allah Maha Tahu, mengapa manusia dipanggil dan mengapa diperintah. Panggilan itu sudah menunjukkan pengakuan dan pengakuan itu sudah menunjukkan akan adanya aturan.
Contoh yang mudah bagi kita. Allah melalui Alquran memerintah dengan bentuk ‘amr, kulű wasyrabu, makanlah dan minumlah! Kenapa makan dan minum diperintah? Bukankah tidak diperintah pun manusia pasti makan dan minum. Allah menyediakan kondisi manusia untuk tidak bisa hidup tanpa makan dan minum. Tentu saja jika sekedar makan dan minum tentu tidak ada kaitannya dengan ibadah, tidak ada kaitan dengan akhirat, tidak ada kaitan dengan surga dan neraka. Tapi dengan perintah itu akan disusul dengan berbagai macam aturan. Ada hal yang dilarang dan diperbolehkan. Maka selama makan dan minum dalam rangka mentaati aturan Allah, itulah ibadah.
Puncak ibadah adalah shaum bulan Ramadhan. Pandai menempatkan diri kapan makan, minum, dan kapan bermujama’ah. Ketiga macam itu disusulkan sebagai aturan dari perintah makan dan minum tersebut. Tidak makan ibadah, makan pun ibadah, tidak minum ibadah, minum pun ibadah, mujamaah itu ibadah, tidak mujamaah pun ibadah. Ternyata tidak ada sedetik waktupun dari umur kita yang tidak terisi dengan ibadah.
Kalau kita memperhatikan hadits Rasulullah Saw., mengapa beliau mengatakan, Qod jâ`akum syahrun adzim, syahru mubârakun, kini telah datang bulan agung bulan yang diberkahi, sampai Rasulullah menyatakan nafas orang yang shaum itu lebih harum daripada minyak wangi semahal apapun. Tentu bukan dalam ukuran hidup manusia, karena biasanya perut yang kosong menyebabkan mulut kita lebih tidak sedap. Tapi kenapa Nabi menyatakan seperti itu? Dua macam; satu, yatruku tha’amahu wa syarabahu lî, dia meninggalkan makan minum itu karena-Ku (Allah) wa ana ajjî bihi, Akulah yang akan memberi pahalanya. Dan lebih harum daripada minyak mahal itu adalah, ‘indallahi yaumal qiyamah, menurut ketetapan Allah nanti nilainya pada hari kiamat.
Kalau begitu apa keberkahan Ramadhan? Keberkahan Ramadhan itu tiga; satu, futihat abwâbul jannah, bahwa bulan Ramadhan pintu surga dibuka. Mari kita berpikir lebih jauh, apa keuntungan kita jika pada bulan Ramadhan pintu surga dibuka? Apa keuntungan kita sedang kita masih hidup di dunia? Yang kedua, pada bulan Ramadhan pintu neraka ditutup. Lantas apa hubungannya dengan kita yang masih hidup di dunia? Yang ketiga, setan dibelenggu. Begitukah Rasul bicara, sebodoh itukah Rasul berkata-kata kepada ummat yang kata-kata Rasul bagi ummatnya berlaku sampai hari kiamat untuk tingkatan manusia berdisiplin ilmu apapun. Itukah shaum kita?
Diantara ahli ilmu menempatkan hadits itu sebagai tafsir dari ayat wa'alaika lil insani illa maa sa'a, tidak ada pahala apapun bagi manusia kecuali menurut usaha dirinya. Maksud dari hadits di atas adalah, kita memeriksa mampukah shaum kita bulan pada Ramadhan membuka pintu surga nanti di yaumul qiyamah, kuatkah shaum kita menutup pintu neraka, dan sanggupkah dipakai membelenggu setan.
Rasulullah Saw., dengan sangat bijak, beliau tidak menyebut siapa pelaku dari ketiga itu; pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu oleh siapa? Nabi tidak menyebut, dengan susunan kalimat yang majhul. Berarti kita harus berpikir bahwa yang membuka, menutup dan membelenggu itu adalah amal kita sendiri.
Inilah yang sebagian ahli ilmu mengatakan setiap ibadah shaum pun harus diikuti dengan kekhusyuan. Khusyu seperti apa? Kalau mereka yang diluar Islam menyembah Tuhannya itu harus jelas ada di depan matanya sendiri, sampai dibuat ditempat-tempat ibadahnya itu patung-patung, dan dengan itulah mereka terasa dekat dengan Tuhan yang disembahnya. Islam membatalkan cara pendekatan kepada Tuhan seperti itu, itu adalah ibadah yang batal, itu adalah kemusyrikan.
Islam mengajarkan harus khusyu secara ilmu. Inilah yang mengkhusyukan ibadah itu. Pantas Rasul menyatakan menuntut ilmu itu wajib, bukan untuk orang lain tapi untuk diri kita sendiri, menikmati kekhusyuan karena keilmuan itu. Tapi, ilmunya yang mana?
Allâhu Akbar Allâhu Akbar Walillâhil Hamd.
Pertama, mengaku atau tidak bahwa kita lahir dan hidup bukan karena kemauan kita. Diakui atau tidak? Dari bahan yang sama menjadi makhluk yang berbeda; laki-laki dan perempuan. Lebih dari itu dari bahan yang sama kenapa kita jadi orang tidak jadi kera, padahal kera dan manusia dari bahan yang sama. Mengapa kita jadi manusia? Kenapa kera tidak melahirkan manusia dan sebaliknya? Padahal dari bahan yang sama; bahwa yang dimakan itu yang berupa tumbuh-tumbuhan karena air turun dari langit dan mengeluarkan pepohonan serta buah-buahan. Yang dimasak, digoreng, dibakar lalu dimakan kucing tapi tidak jadi manusia, dimakan manusia tidak akan jadi kambing, lahirlah ilmu genetika, berbanggakah kita memiliki disiplin ilmu genetika itu, jawabnya tidak akan tuntas umur kita terlalu sedikit, ilmu Allah terlalu luas.
Karena itu yang pertama kali disebut pada surat Albaqoroh tadi mengapa Allah memerintah manusia untuk u’budű, ibadahilah oleh kamu, siapa? Rabbakum! Siapa Rabbakum itu? Yang diartikan Tuhan, yang diartikan yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Esa. Sampai sekarang belum ada berani yang mengucap. Inilah sisa pertanyaan yang tidak akan bisa dijawab, kecuali beriman kepada Rasul. Karena itu tadi dikatakan, percaya kepada Allah pun kalau bukan karena percaya kepada Rasul adalah tahayul tingkat tinggi.
Ini barangkali perlu dipikirkan, digali dan diperluas oleh ahlinya. Siapa Rabbakum itu? Rabbakum itu adalah Alladzî kholaqokum, kholaqo artinya membentuk dengan sekehendaknya, mengapa jadi laki-laki mengapa jadi perempuan, mengapa dengan bentuk begini dan begitu, yang ibu bapaknya dua-duanya hitam ko anaknya berkulit hitam, mengapa ibu bapaknya berkulit putih ko anaknya hitam, tidak usah ada kecurigaan apa-apa. Ini alladzî kholaqokum, membentuk sedemikian rupa yang dengan bentuk demikian itu nanti akan disusul dengan perintah sesuai dengan bentuknya.
Karena itu Rasulullah Saw., menyatakan, semua yang lahir telah ditetapkan umurnya, rizkinya, sampai bahagia dan celakanya sudah ditetapkan sebelum dilahirkan. Para sahabat bertanya, afala nattaqilu ya Rasulullah, kalau segala sesuatunya telah ditetapkan untuk apa kami berusaha? Pikiran semacam itu wajar, maka Nabi menjawab dengan kata-kata yang indah, diplomatis serta filosofis, kullun muyassarun lima khuliqo lahu, semua yang lahir sudah ditetapkan dan dimudahkan sedemikian rupa untuk apa dibuat demikian. Jika manusia tidak merasa ringan, merasa gembira dan nikmat untuk beribadah kepada Allah mau beribadah kepada siapa?
Dengan kata-kata kholaqo saja ternyata perlu dihadirkan sekian banyak ayat untuk menerangkannya. Kemudian kalimar selanjutnya, Alladzi ja’ala lakumul ardlo firâsan, bumi itu untuk kamu sebagai hamparan, padahal bumi itu bulat, mengapa? Wassamâ`a binâ`an, langit ke atas tidak digantung ke bawah tidak disanggah tapi bagi kamu semacam bangunan. Waanjala minassamâ`i mâ’an, tak akan ada manusia yang bisa menurunkan hujan, karena yang sulit itu bukan menurunkannya tapi menaikkan air ke langit dan turun setiap butirnya mengandung bahan-bahan kehidupan, dengan air itu faakhraja bihi minas samarâti rijqollakum, tidak disebut pohonnya tapi sekian banyak macam buahnya tumbuh karena air tadi.
Setelah ayat-ayat itu disebut baru Allah menyatakan, falâ taj’aluu lillâhi andâdan waantum ta’laműn, "karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." Jangan mengubah status, kayu tetap kayu batu tetap batu, dengan alasan seperti ini kita akan mengerti bahwa beribadah kepada selain Allah adalah salah.
Ringkasnya jika kita tidak berimam kepada Nabi Saw., imam kita itu siapa? Jika kita tidak ridlo jadi ma’mum Rasulullah, imam kita itu siapa? Inilah nanti di yaumul qiyamah Nabi duduk sebagai saksi untuk semua ummat diperiksa dan menjawab setiap pertanyaan yang harus dijawab sesuai dengan pengakuan Rasulullah Saw itu.
Allâhu Akbar Allâhu Akbar Walillâhil Hamd.
Mudah-mudahan ibadah shaum kita sekecil apapun kebaikan kita diterima dan sebesar apapun kesalahan kita diampuni.
Aqűlu qaulî hâdza waastagfirullâha lî walakum, wasalamu’alaikum warah matullahi wabarakâtűh.
*)Ringkasan Khutbah Iedul Fitri 1428 H
Imam/Khatib: KH. USman Sholehuddin
Ketua Dewan Hisbah PP. Persis)
Halaman Pesantren Persatuan Islam 1-2
Jl. Pajagalan - Jl Kalipah Apo - Jl. Karang Anyar - Jl. Cibadak
Sumber:
Buletin Jum'at Pajagalan Online