Alhamdulillah, sudah musim hujan lagi. Ya seperti itulah seharusnya kita menyikapi datangnya hujan, jangan sekali-kali bilang ‘Yaah, hujan lagi deh’, ‘gara-gara ini sih....’, karena itu tidak baik dan berpotensi untuk mengurangi rasa syukur kita atas nikmat Allah swt atau bahkan kita terjebak pada kemusyrikan kalau kita berucap seperti itu.
Seperti dalam sebuah hadits Zaid bin Khalid Al-Juhani dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Zaid menceritakan: Rasulullah Saw pernah shalat Shubuh bersama kami di Al-Hudaibiyyah di bekas turunnya hujan di malam sebelumnya. Usai shalat, beliau menghadap ke arah jama'ah shalat dan bertanya: "Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Rabb kalian?" Mereka berkata menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau berkata: "Allah berfirman: "Di pagi hari, di antara hamba-hamba-Ku ada yang menjadi mukmin dan ada yang menjadi kafir kepada-Ku. Orang yang mengatakan: "Tadi malam turun hujan untuk kita karena karunia Allah dan rahmat-Nya," maka orang itu beriman kepadaku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun yang berkata: "Tadi malam turun hujan untuk kita karena bintang-bintang tersebut," maka ia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang itu….
Hujan, adalah salah satu tanda dari sekian banyak tanda kebesaran Allah, karenanya banyak sekali ayat yang menyatakan hal diatas;
Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah bahwa dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira [1173] dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya [1174] dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahn kamu bersyukur. (Ar-rum;46)
[1173] Pembawa berita gembira Maksudnya: awan yang tebal yang ditiup angin lalu menurunkan hujan. karenanya dapat dirasakan rahmat Allah dengan tumbuhnya biji-biji yang Telah disemaikan dan menghijaunya tanaman-tanaman serta berbuahnya tumbutumbuhan dan sebagainya.
[1174] yaitu: dengan seizin Allah dan dengan sekehendak-Nya.
Allah, dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. (Ar-rum:48)
Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu Telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu, Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah kami membangkitkan orang-orang yang Telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.(Al A’raf:57)
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. (Al Fathir:27)
Masih banyak lagi ayat-ayat al qur’an yang menyatakan bahwa hujan adalah salah satu bukti kebesaran Allah, rasanya tidak pantas bagi kita yang mengaku beriman, tapi kemudian justru ‘menyesali’ kedatangan salah satu tanda kebesaran itu.
Para petani sudah bisa memulai lagi pekerjaannya menanam padi atau tanaman lainnya.
Itu salah satu contoh konkritnya, betapa hujan yang dikeluhkan oleh sebagian orang, justru merupakan berkah bagi sebagian yang lain, dan sekali lagi tidak pantas bagi kita untuk mengeluh dan mempertanyakan kebijakan Allah dengan mengganti musim panas menjadi musim hujan atau sebaliknya.
Ada memang hujan yang mengakibatkan banjir dan bencana seperti itu, tapi sama sekali tidak mengurangi arti hujan sebagai salah satu tanda kebesaran Allah, justru bencana banjir atau sejenisnya yang diakibatkan oleh hujan juga bisa kita maknai sebagai salah satu tanda kebesaran Allah untuk memperingatkan kita.
Selain menggambarkan hujan sebagai rahmat, dengan menyirami bumi yang tandus dan menumbuhkan tumbuhan sebagai rezeki bagi kita, al qur’an juga menceritakan bagaimana sebagian umat-umat terdahulu diperingatkan Allah dengan datangnya hujan yang membawa malapetaka kepada mereka, yang diakibatkan ‘pembakangan’ mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Kita masih ingat umat mana saja yang mendapatkan azab berupa hujan yang membawa bencana, bahkan ada diantar mereka yang dihujani dengan batu.
Kaumnya Nabi Luth, mereka dihujani dengan batu, karena melakukan fahisyah (penyimpanngan seksual).....”
Dan kami turunkan hujan atas mereka (hujan batu), Maka amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu.
Dan Sesungguhnya mereka (kaum musyrik Mekah) Telah melalui sebuah negeri (Sadum) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan.
Juga kaum Nabi Nuh dan bahkan anaknya ikut ditenggelamkan oleh Allah dengan hujan dan banjir karena pengingkarannya terhadap seruan Nabi Nuh.
Itu adalah sebagian kisah dalam al qur’an yang menggambarkan hujan sebagai salah satu bukti kebesaran Allah, bahwa dengan kebesarannya Allah mampu menjadikan hujan sebagai rahmat atau sebagai azab sesuai dengan kehendak-Nya.
Pilihannya ada pada kita, secara syari’atnya, bagaimana kita berperilaku, bagaimana sikap dan ketaatan kita kepada Allah, akibatnya akan kembali kepada kita, baik sikap dan ketaatan kita, maka hujan yang diturunkan Allah akan menjadi rahmat bagi kita, sebaliknya, ketika kita lebih banyak membangkang daripada menurut, maka seperti kaum nabi luth dan kaum Nabi Nuh itulah hujan yang mungkin akan kita terima.
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat dan membawa rahmat, dan selamatkan kami dari hujan-Mu yang membawa petaka akibat kelalaian kami, amiin Allahuma amiin…….”